Pagi tadi sy mengunjungi sekolah Fathin untuk mengambil raportnya, "Rangking bang Fathin turun" kata wali kelasnya. Sy tersenyum saja, mau rangking 1000 pun, sy paham anak sy dan tetap bangga atas pencapaiannya. Melihat sy hanya diam saja, Bu Wakel melanjutkan tanya "apa bapak tidak bertanya bagaimana Fathin di sekolah ?".
Terperanjat atas pertanyaan tersebut, seolah ini penyebab rangkingnya jatuh, meski sebelumnya sy tidak sedikitpun tertarik untuk bertanya. Sy hanya berpikir wajar saja nilai fluktuatif dan nilai Fathin semua tinggi. Sy pikir semua baik2 saja. "Anak sy buat masalah Bu ?!" Tanya sy penasaran karena diminta bertanya.
"Gak pak, Fathin itu ketua kelas, dia punya keberanian dan tanggungjawab. Fathin juga bagus nilainya, hanya saat ujian semester lalu nilainya jatuh, jawab soal tidak benar semua. Ada 98, 97. Padahal sewaktu sy tanya lagi, dia tau jawaban yang benar. Dia mgkn gegabah, gak teliti saat jawab soal" panjang si ibu jelasin.
"Ibu, sy berkali2 sampaikan di group sekolah tentang perangkingan dan remedial. Pernah sy berdebat panjang dengan pihak sekolah saat sy menyampaikan kl setelah ujian semester tidak ada remedial. Pernah juga sy sampaikan bahwa dalam kurikulum K13 tidak ada perangkingan, meski Fathin saat itu hingga semester lalu rangking 1 dan selama sekolah di sini tidak pernah remedial. Inilah kekeliruan itu kelihatan sekarang Bu, kenyataannya jika nilai ujian semester dijadikan acuan" sergah sy
"Seorang anak bisa saja tidak ikut ujian semester kalau nilainya semua tuntas di setiap KD. Ujian semester bukan keharusan jika guru melaksanakan ujian KD dan melakukan proses remediasi secara benar. Nilai otentik ketika guru mengajar, itulah nilai sesungguhnya siswa. Dia berproses tanpa tekanan ujian. Nilai seperti itu jadi acuan dalam evaluasi, bukan hanya ujian semester.
Begitu pula perangkingan, dari dulu sy sampaikan pada pihak sekolah, tidak mungkin menambah nilai matematika dengan pendidikan agama Islam, bahasa Indonesia, IPS dan IPA sementara konten materi berbeda, kesulitan materi juga beragam, lalu dirata2kan. Maka kurikulum kita K13 tidak mengenal perangkingan. Tidak mungkin sejumlah ayam ditambah sejumlah kambing meski sesama hewan lalu dirata2kan. Sy protes perangkingan bahkan saat Fathin Rangking 1. Pahamilah kurikulum, ada nilai psikologis yg imbasnya pada siswa dan kita pelakunya" sangat panjang sy jelaskan
Hingga sy pun pamit, si ibu memanggil sy sambil keluar ruangan, lupa nyerahin kado rangking.
Ntah sampai kapan kita melombakan siswa padahal pelajaran membuat siswa cerdas secara bersama. Pendidikan membuat siswa memiliki kecakapan secara personal untuk membangun kebersamaan.